Senin, 10 Desember 2012

Warga Kelurahan Tembalang Menuju Masyarakat “Peduli Sampah”


Sampah kerap menjadi problematika kompleks, terutama di kawasan padat penduduk. Termasuk pula di Kelurahan Tembalang Kota Semarang. Semakin tingginya jumlah penduduk di kelurahan tersebut, terlebih usai perpindahan perkuliahan mahasiswa program S1 Universitas Diponegoro (semula dari Kampus Pleburan menuju Kampus Tembalang), berkontribusi terhadap peningkatan produksi sampah. Perlu adanya kepedulian dan perilaku pro-aktif warga untuk mengatasi permasalahan itu.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah pencanangan program “Pengolahan Sampah Mandiri Berskala Keluarga” sejak 15 Mei 2012. Tujuannya membentuk perilaku warga setempat menuju masyarakat “peduli sampah”. Program ini juga mendukung isi Surat Keputusan Walikota Semarang No. 140/8 tanggal 11 Januari 2011 yang menetapkan Kelurahan Tembalang sebagai “Kelurahan Percontohan Ramah Lingkungan”.
Berbagai pihak berpartisipasi dalam upaya menggiatkan program pengolahan sampah mandiri. Termasuk empat perguruan tinggi yang berada di kawasan Tembalang, meliputi Undip, Unpand, Polines, dan Politekkes. Keterlibatan civitas akademika dalam program ini merupakan wujud tri dharma perguruan tinggi di bidang lingkungan.
“Masing-masing mahasiswa dari keempat perguruan tinggi tersebut berperan membantu sosialisasi kepada warga sekitar serta teman-teman sekampusnya untuk membiasakan diri memilah sampah organik dan anorganik,” jelas FX. Hartono, SKM selaku ketua Kelompok Tani Cinta Bunga Kel. Tembalang Kec. Tembalang yang turut mengkampanyekan program itu.
Pelaksanaan program pengolahan sampah mandiri ini membutuhkan sarana utama berupa komposter dan drum-drum penampungan sampah anorganik. Peralatan tersebut sebagian besar berasal dari bantuan BUMD dan BUMS.
Komposter berfungsi  untuk memproses sampah organik, misalnya dedaunan ataupun sisa makanan (sayur/buah/nasi), menjadi pupuk organik. Penyediaan komposter tersebut akan dibagi ke berbagai lokasi, mulai dari lingkup keluarga, Dasa Wisma, RT/RW, sekolah, kantor, perguruan tinggi, dan tempat lainnya.

Bapak FX. Hartono, SKM menunjukkan beberapa komposter yang ada di teras rumahnya. Komposter tersebut nantinya digunakan untuk membusukkan sampah organik agar dapat menjadi pupuk organik.



Komposter sederhana yang terbuat dari pot bunga. Berisi sampah organik yang kondisinya setengah busuk.

Sedangkan sampah anorganik akan dipilah dan dimasukkan ke dalam drum penampungan menurut jenisnya, seperti kertas, plastik, ataupun logam/kaca. Drum penampungan ini diletakkan di Dasa Wisma/ RT/ RW. Selanjutnya, petugas Dasa Wisma akan mengemas sampah anorganik yang telah dipilah, kemudian dijual ke pengepul. Uang hasil penjualan nantinya digunakan untuk keperluan Dasa Wisma/ RT/ RW.


Drum-drum penampungan sampah anorganik hasil donasi dari berbagai pihak. Drum tersebut sudah mencantumkan masing-masing jenis sampah anorganik untuk dipilah.

Demi tercapainya masyarakat “peduli sampah” sesuai dengan tujuan program tersebut, perilaku warga setempat harus selalu dibiasakan untuk memilah sampah, baik sampah organik maupun anorganik, dimulai dari lingkup keluarga serta diterapkan setiap saat dan dimana pun mereka berada. (ARF)

5 komentar:

  1. tembalang sebenarnya emang banyak potensi. ini salah satunya :) yang beginian nih yang harusnya diperhatikan _arum sawitri_

    BalasHapus
  2. iya, kepedulian tiap orang begitu berarti. apalagi tembalang makin padat penduduk, peluang produksi lebih banyak sampah makin tinggi.

    BalasHapus
  3. semoga menginspirasi semua warga kota semarang untuk lebih peduli sampah n lingkungan, jadi benar2 ATLAS!

    BalasHapus
  4. semoga tak hanya kelurahan tembalang saja yang peduli akan sampah, melainkan seluruh masyrakat indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga :)
      dimulai dari kepedulian & aksi nyata diri sendiri terhadap lingkungan

      Hapus