Sampah kerap
menjadi problematika kompleks, terutama di kawasan padat penduduk. Termasuk
pula di Kelurahan Tembalang Kota Semarang. Semakin tingginya jumlah penduduk di
kelurahan tersebut, terlebih usai perpindahan perkuliahan mahasiswa program S1
Universitas Diponegoro (semula dari Kampus Pleburan menuju Kampus Tembalang),
berkontribusi terhadap peningkatan produksi sampah. Perlu adanya kepedulian dan
perilaku pro-aktif warga untuk mengatasi permasalahan itu.
Salah satu
langkah yang ditempuh adalah pencanangan program “Pengolahan Sampah Mandiri
Berskala Keluarga” sejak 15 Mei 2012. Tujuannya membentuk perilaku warga
setempat menuju masyarakat “peduli sampah”. Program ini juga mendukung isi
Surat Keputusan Walikota Semarang No. 140/8 tanggal 11 Januari 2011 yang
menetapkan Kelurahan Tembalang sebagai “Kelurahan Percontohan Ramah Lingkungan”.
Berbagai pihak
berpartisipasi dalam upaya menggiatkan program pengolahan sampah mandiri.
Termasuk empat perguruan tinggi yang berada di kawasan Tembalang, meliputi
Undip, Unpand, Polines, dan Politekkes. Keterlibatan civitas akademika dalam
program ini merupakan wujud tri dharma perguruan tinggi di bidang lingkungan.
“Masing-masing mahasiswa dari keempat perguruan tinggi tersebut berperan membantu sosialisasi kepada warga sekitar serta teman-teman sekampusnya untuk membiasakan diri memilah sampah organik dan anorganik,” jelas FX. Hartono, SKM selaku ketua Kelompok Tani Cinta Bunga Kel. Tembalang Kec. Tembalang yang turut mengkampanyekan program itu.
Pelaksanaan
program pengolahan sampah mandiri ini membutuhkan sarana utama berupa komposter
dan drum-drum penampungan sampah anorganik. Peralatan tersebut sebagian besar
berasal dari bantuan BUMD dan BUMS.
Komposter berfungsi untuk memproses sampah organik, misalnya
dedaunan ataupun sisa makanan (sayur/buah/nasi), menjadi pupuk organik.
Penyediaan komposter tersebut akan dibagi ke berbagai lokasi, mulai dari
lingkup keluarga, Dasa Wisma, RT/RW, sekolah, kantor, perguruan tinggi, dan
tempat lainnya.
Bapak FX. Hartono,
SKM menunjukkan beberapa komposter yang ada di teras rumahnya. Komposter
tersebut nantinya digunakan untuk membusukkan sampah organik agar dapat menjadi
pupuk organik.
Komposter sederhana
yang terbuat dari pot bunga. Berisi sampah organik yang kondisinya setengah
busuk.
Sedangkan
sampah anorganik akan dipilah dan dimasukkan ke dalam drum penampungan menurut
jenisnya, seperti kertas, plastik, ataupun logam/kaca. Drum penampungan ini
diletakkan di Dasa Wisma/ RT/ RW. Selanjutnya, petugas Dasa Wisma akan mengemas
sampah anorganik yang telah dipilah, kemudian dijual ke pengepul. Uang hasil
penjualan nantinya digunakan untuk keperluan Dasa Wisma/ RT/ RW.
Drum-drum
penampungan sampah anorganik hasil donasi dari berbagai pihak. Drum tersebut
sudah mencantumkan masing-masing jenis sampah anorganik untuk dipilah.
Demi
tercapainya masyarakat “peduli sampah” sesuai dengan tujuan program tersebut,
perilaku warga setempat harus selalu dibiasakan untuk memilah sampah, baik
sampah organik maupun anorganik, dimulai dari lingkup keluarga serta diterapkan
setiap saat dan dimana pun mereka berada. (ARF)
tembalang sebenarnya emang banyak potensi. ini salah satunya :) yang beginian nih yang harusnya diperhatikan _arum sawitri_
BalasHapusiya, kepedulian tiap orang begitu berarti. apalagi tembalang makin padat penduduk, peluang produksi lebih banyak sampah makin tinggi.
BalasHapussemoga menginspirasi semua warga kota semarang untuk lebih peduli sampah n lingkungan, jadi benar2 ATLAS!
BalasHapussemoga tak hanya kelurahan tembalang saja yang peduli akan sampah, melainkan seluruh masyrakat indonesia
BalasHapussemoga :)
Hapusdimulai dari kepedulian & aksi nyata diri sendiri terhadap lingkungan